PALOPO, PAMORNEWS – Niat Pemerintah Kota Palopo untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui penertiban pajak kendaraan bermotor (PKB) ASN memicu perdebatan sengit.
Surat Edaran (SE) Wali Kota yang mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) melampirkan bukti pembayaran pajak kendaraan dan BBNKB ke kode wilayah Palopo sebagai syarat pencairan Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) dianggap sebagai langkah maju, namun menuai kritik karena dianggap kurang komprehensif.
Setelah pengamat kebijakan publik menyoroti risiko “eksodus Nopol” dari ASN yang pindah tugas, kini giliran mantan Kepala Samsat Lasusua, Kolaka Utara, M. Haidirman Sarira, S.Pd., yang angkat suara.
Wija Luwu yang juga pernah menjabat sebagai Anggota DPRD Kolaka Utara, memberikan masukan yang tegas: kebijakan penertiban pajak harus diperluas hingga menyasar pengusaha kelas atas dan pemilik tambang.
Logika Sederhana: Pajak Jalanan Ditanggung Orang Kaya
Haidirman Sarira sepenuhnya mendukung semangat Wali Kota Palopo untuk menertibkan ASN, namun ia berargumen bahwa penertiban hanya akan efektif jika dilakukan secara merata.
”Logika sederhana, mana ada orang miskin punya kendaraan bermotor, baik roda dua, roda tiga, roda empat, kecuali orang kaya atau kehidupannya sudah mapan,” ujar Haidirman.
Menurutnya, pajak kendaraan adalah instrumen yang tepat untuk membiayai pembangunan infrastruktur, seperti jalan. Hal ini jauh lebih adil dibandingkan menaikkan PBB yang membebani seluruh masyarakat, termasuk yang miskin.
Masalah utamanya, kata Haidirman, adalah fenomena “pajak lari” (tax flight). Banyak ASN, pejabat, masyarakat kelas menengah ke atas, dan pengusaha yang secara KTP dan KK berdomisili di Palopo, tetapi sengaja menggunakan plat kendaraan dari luar daerah.
”Sementara kalau jalanan rusak yang didemo adalah Bupati atau Wali Kota. Lebih baik pajak kendaraan dioptimalkan pemungutannya daripada menaikkan PBB karena PBB itu menyasar keseluruh masyarakat,” tegasnya.
Empat Kelompok yang Wajib Ditertibkan
Mantan Kepala Samsat ini memberikan empat poin krusial sebagai masukan bagi Pemkot Palopo agar penertiban pajak lebih adil dan hasilnya maksimal:
Berbasis KTP dan KK: Setiap pemilik kendaraan yang memiliki KTP/KK Palopo wajib menggunakan Nopol Palopo.
ASN dan Pejabat:
Kepatuhan harus dimulai dari aparatur negara sebagai contoh utama.
Masyarakat Umum Kelas Menengah ke Atas: Penertiban wajib diperluas pada kelompok mampu yang jelas menikmati fasilitas kota.
Pemilik Tambang: Pengusaha tambang yang beroperasi di wilayah Kota Palopo wajib ditertibkan karena penggunaan kendaraan berat mereka berdampak langsung pada kerusakan infrastruktur daerah.
Menepis Risiko ‘Eksodus Nopol’
Sebelumnya, pengamat kebijakan publik Achyar Amir mengkhawatirkan bahwa penertiban Nopol Palopo yang beroperasi di luar daerah (misalnya, ASN yang mutasi) justru akan memicu mereka mengganti Nopol ke daerah domisili baru.
Hal ini akan merugikan Palopo karena kehilangan Wajib Pajak PKB secara permanen.
Masukan dari Haidirman Sarira secara tidak langsung memperkuat saran agar Pemkot Palopo lebih fokus menertibkan kendaraan ber-Nopol luar daerah yang beroperasi di dalam Kota Palopo dan dimiliki oleh penduduk Palopo (KTP/KK Palopo), daripada mengejar Nopol Palopo yang sudah jelas berada di luar daerah.
Langkah ini, diyakini akan menjadi kunci untuk mencapai optimalisasi PAD yang sesungguhnya, sekaligus menegakkan prinsip keadilan pajak dengan membebankan perbaikan infrastruktur pada pundak mereka yang secara ekonomi telah mapan.(***)










