*Tim Penilai Diminta ‘Buka Mata’ Soal Lahan PT IHIP
Warga Luwu Timur Tegaskan Lahan Sewa Sudah Jadi Pemukiman dan Kebun Produktif
LUWU TIMUR, PAMORNEWS – Polemik sewa lahan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu Timur kepada PT Indonesia Huali Industry Park (IHIP) di Kecamatan Malili semakin memanas. Setelah harga sewa yang dinilai terlalu murah—hanya sekitar Rp226 per meter persegi per tahun—menuai sorotan publik dan politisi, kini muncul protes keras dari warga Desa Harapan yang merasa menjadi korban langsung.
Warga mendesak tim penilai publik, yang menjadi mitra Pemkab, untuk meninjau ulang dan melakukan penilaian lapangan yang jujur. Mereka menyoroti fakta krusial yang diduga diabaikan: lahan yang disewakan itu bukan merupakan lahan kosong (lahan negara) murni, melainkan wilayah yang sudah terdapat pemukiman dan perkebunan milik warga.

Lahan Produktif Dibayar Murah?
Sejumlah elemen masyarakat dan warga Desa Harapan secara lugas mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas Pemkab Luwu Timur dalam perjanjian sewa-menyewa lahan aset daerah tersebut kepada PT IHIP.
”Tim penilai publik mitra Bupati Luwu Timur diminta buka mata lebar-lebar, bahwa lahan yang mereka sewakan dengan sangat murah ke PT IHIP itu sudah ada pemukiman dan perkebunan warga di dalamnya. Itu bukan lahan kosong, bosku!” bunyi protes yang beredar luas di media sosial dan menjadi perhatian publik.
Protes ini menguatkan dugaan bahwa proses penentuan harga dan status lahan tidak dilakukan secara cermat. Data publik menunjukkan bahwa nilai sewa lahan Pemkab ke PT IHIP jauh lebih rendah dibandingkan harga sewa lahan yang diterapkan oleh warga setempat untuk keperluan komersial lainnya.
Sebagai perbandingan, sewa lahan kepada operator telekomunikasi di area yang sama bisa mencapai Rp6.400 per meter persegi per tahun.
Ancaman Konflik Sosial Mencekam
Akademisi dan pemerhati kebijakan publik di Luwu Timur telah berulang kali mengingatkan Pemkab Lutim agar berhati-hati. Pengalaman di banyak daerah menunjukkan bahwa konflik sosial yang serius seringkali bermula dari persoalan lahan yang tidak tuntas, terutama ketika hak-hak masyarakat lokal diabaikan.
Penegasan warga Desa Harapan bahwa lahan yang disewakan merupakan area produktif dan berpenghuni, mengindikasikan adanya potensi konflik agraria yang dapat membesar.
DPRD Luwu Timur sebelumnya juga telah mengakui bahwa persoalan lahan yang belum tuntas, termasuk perizinan dan AMDAL, menjadi hambatan serius bagi investasi di kawasan industri Malili. DPRD mendesak investor untuk tetap mengedepankan komunikasi yang jelas dengan pemilik lahan agar tidak menimbulkan konflik di kemudian hari.
Tuntutan warga Desa Harapan ini kini menjadi lampu merah bagi Pemkab dan Tim Penilai: Investasi besar PT IHIP harus dipastikan berjalan di atas prinsip keadilan dan tanpa mengorbankan hak-hak masyarakat yang telah lama mengelola lahan tersebut.
Terkait protes ini, apakah Pemkab Luwu Timur dan Tim Penilai akan segera melakukan peninjauan lapangan ulang untuk mengklarifikasi status lahan dan harga sewa?(***)










