PALOPO, PAMORNEWS —Pemandangan miris kembali menyambut warga di Kelurahan Takkalala, Kecamatan Wara Selatan, Palopo, Jumat ini. Bukannya tempat penampungan sampah (TPS), yang terlihat adalah gunungan limbah yang meluap ganas dari kontainer oranye.

Sampah rumah tangga, plastik, dan sisa makanan tumpah ruah ke badan jalan, seolah Palopo sedang menabuh genderang darurat kebersihan.
Masalahnya, tumpukan sampah ini bukan hanya soal estetika yang rusak parah, tetapi juga sumber bau busuk menyengat yang membuat warga harus menutup hidung setiap melintas. Namun, di balik tumpukan fisik ini, tersimpan masalah yang lebih rumit: kendala birokrasi dan logistik.
Armada Sakit, Administrasi “Macet”
Pesan yang tercetak pada laporan foto di lokasi TPS Takkalala cukup menohok: “TPS Masih Tertahan di Meja Pembayaran.” Frasa ini mengisyaratkan bahwa mandeknya pengangkutan sampah kali ini bukan semata-mata karena kelalaian petugas di lapangan, melainkan akibat hambatan administratif—entah itu urusan gaji, operasional, atau biaya bahan bakar—yang tidak terselesaikan.
Namun, kendala administrasi ini hanya menambah parah masalah keterbatasan armada yang sudah menjadi “penyakit kronis” Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Palopo.
Kepala DLH Palopo sebelumnya mengakui bahwa kota ini memproduksi sekitar 90 hingga 100 ton sampah per hari. Sementara itu, jumlah truk pengangkut yang layak beroperasi sangat terbatas. Beberapa armada masih terbelit proses hukum terkait pengadaan masa lalu, dan sebagian lainnya sedang antre perbaikan.
”Armada yang kurang ini membuat kami hanya mampu mengangkut 50-60 ton per hari. Sisanya menumpuk. Itu yang membuat di beberapa titik terlihat berserakan,” jelas pejabat DLH dalam keterangan sebelumnya.
Takkalala Merana, Warga Menanti Solusi Nyata
Imbas dari defisit armada dan “macetnya” administrasi ini sangat terasa di tingkat kelurahan. Takkalala, yang menjadi salah satu titik penampungan utama, kini menjadi simbol penanganan sampah yang tersendat.
”Kalau lewat di sini bau sekali, apalagi kalau kencang angin. Tidak enak juga dipandang sampah berserakan,” keluh seorang warga Palopo, menyuarakan frustrasi banyak orang.
Mereka merasa upaya DLH yang terpaksa hanya fokus pada jalan protokol membuat wilayah permukiman menjadi korban penundaan.
Warga mendesak Pemerintah Kota Palopo untuk tidak lagi membiarkan masalah sampah ini berlarut.
Mereka berharap solusi cepat dapat ditemukan—baik itu penyelesaian masalah pembayaran agar operasional berjalan, atau pengadaan armada baru yang efektif—sehingga Takkalala bisa bernapas lega, bebas dari kepungan aroma busuk. Masalah lingkungan ini, yang kini beraroma birokrasi, menanti ketegasan dari meja pimpinan kota.(***)











