PALOPO, PAMORNEWS – Di Jalan KH Muhammad Razak, Kota Palopo, berdiri megah sebuah institusi pendidikan tinggi kesehatan yang baru saja bertransformasi menjadi STIKES Kamus Arunika (STIKES KAMI).
Namun, di balik plang nama yang baru dan status yang meningkat, tersimpan sebuah polemik hukum dan politik daerah yang telah berlarut-larut sejak Kota Palopo lahir sebagai daerah otonom pada tahun 2002.
STIKES KAMI, yang dahulunya dikenal sebagai Akademi Keperawatan (Akper) Sawerigading Pemda Luwu, adalah salah satu objek sengketa aset “abadi” antara Pemerintah Kota (Pemkot) Palopo dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu.
Mandat Undang-Undang yang Terganjal Penguasaan
Permasalahan ini berakar pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kota Palopo.
Pasal krusial dalam UU tersebut secara otomatis memandatkan bahwa seluruh aset tidak bergerak Pemkab Luwu yang berada di wilayah Palopo harus beralih menjadi milik Pemkot
Palopo. Akper Sawerigading, sebagai aset Pemda Luwu yang berlokasi di Palopo, masuk dalam daftar peralihan ini.
Namun, kenyataannya tak semudah di atas kertas.
Pasca pembentukan Palopo, sejumlah aset penting, termasuk lahan dan bangunan Akper Sawerigading, dilaporkan masih dikuasai oleh pihak Pemkab Luwu, bahkan kemudian dialihkan pengelolaannya kepada Yayasan Pendidikan Batara Guru Luwu. Yayasan ini disebut-sebut diketuai oleh tokoh yang juga mantan Bupati Luwu.
Peralihan status dari aset pemerintah daerah menjadi aset yayasan inilah yang membuat penyelesaian masalah aset menjadi runyam.
Bagi Pemkot Palopo, aset tersebut adalah hak milik yang sah berdasarkan undang-undang. Bagi pihak yayasan, mereka mengklaim memiliki legalitas untuk mengelola institusi pendidikan tersebut, bahkan hingga berhasil meningkatkan statusnya dari Akper menjadi Sekolah Tinggi (STIKES) di tahun 2024.
KPK Turun Tangan, Masalah Tetap Menggantung
Sadar akan peliknya persoalan, upaya rekonsiliasi telah berulang kali dilakukan, bahkan dengan mediasi langsung dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada Agustus 2019, Pemkab Luwu sempat menyerahkan 79 aset kepada Pemkot Palopo, sebuah langkah yang disebut-sebut sebagai titik terang.
Namun, laporan di tahun-tahun berikutnya menunjukkan bahwa Akper Sawerigading (bersama sejumlah aset lainnya) masih menjadi item yang “menggantung”.
Aset ini termasuk dalam kategori yang masih dalam tahap negosiasi dengan pihak ketiga, yakni yayasan.
”Kami sudah berupaya, bahkan melalui mediasi KPK, tapi memang ada aset yang masih dikuasai pihak yayasan.
Akper Sawerigading adalah salah satunya,” ujar seorang sumber di Pemkot Palopo.
Sorotan publik pun menyeruak terhadap Pemkot Palopo sendiri, yang dinilai terkesan melakukan pembiaran, hingga aset yang seharusnya menjadi hak milik daerahnya kini dikelola penuh oleh yayasan yang secara historis memiliki kaitan dengan pemerintahan kabupaten induk.(***)











