Regulasi, Penentu Arah Sentralisasi Palopo
Akademisi: Kegaduhan Sentralisasi Anggaran Akan Berakhir di Meja Aturan
PALOPO, PAMORNEWS – Kebijakan sentralisasi pencairan anggaran daerah melalui persetujuan langsung Walikota Palopo, Hj. Naili Trisal, terus menuai perdebatan sengit.

Meskipun dilatarbelakangi semangat transparansi dan akuntabilitas, kebijakan yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) tertanggal 26 September 2025 itu dikhawatirkan oleh sebagian pihak akan memperlambat birokrasi dan bahkan menjadi ‘jebakan politik’ bagi kepala daerah.
Di tengah tarik-ulur pro dan kontra ini, suara tegas datang dari ranah akademisi dan birokrat senior Luwu Utara, Drs. Nursalim, M.Si.
Mantan Kepala BKPSDM Luwu Utara ini menyoroti bahwa solusi untuk mengakhiri kegaduhan adalah dengan kembali pada pondasi paling dasar dalam tata kelola pemerintahan: Regulasi.
”Ribut-ribut soal sentralisasi. Solusinya sederhana, apapun argumentasi dan perdebatan, lihat regulasinya. Pro-kontra dan kegaduhan akan berakhir di regulasi,” tegas Nursalim.
Pentingnya Ketaatan: Terhindar dari ‘Jebakan’ Hukum
Pandangan Nursalim menekankan pada fungsi regulasi sebagai kompas moral dan hukum bagi setiap kebijakan. Dalam konteks sentralisasi penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang kini wajib melalui disposisi Walikota, kekhawatiran yang muncul dari akademisi lain adalah potensi benturan dengan mekanisme keuangan daerah yang sudah diatur, khususnya pembagian fungsi teknis antara Kuasa Bendahara Umum Daerah (Kuasa BUD) dan Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sesuai PP No. 12 Tahun 2019.
Nursalim memperingatkan bahwa tanpa landasan regulasi yang kuat dan ketaatan yang mutlak, risiko kesalahan sangat tinggi.
”Hanya orang yang paham dan taat pada regulasi yang bisa terhindar dari jebakan kesalahan, hukum dan politik,” ujarnya.
Pernyataan ini sejalan dengan kritik yang menyebut sentralisasi SP2D dapat menjadi ‘perangkap politik’ bagi Walikota, karena menarik seluruh risiko hukum yang terkait dengan penggunaan anggaran langsung ke meja kepala daerah.
Efektivitas Kebijakan Bersandar Aturan
Walikota Palopo telah berdalih bahwa kebijakan sentralisasi ini adalah upaya untuk mencegah potensi penyimpangan dan menjaga kas daerah, menjadikannya semacam ‘rem darurat’ birokrasi.
Namun, kekhawatiran dari DPRD adalah potensi perlambatan administrasi yang justru menghambat pembangunan dan pelayanan publik.
Menanggapi dilema antara pengawasan ketat dan efisiensi pelayanan, Drs. Nursalim, M.Si., mengunci perdebatan dengan satu prinsip: efektivitas tanpa regulasi adalah ilusi.
”Tidak ada solusi efektif tanpa regulasi,” pungkasnya.
Intinya, jika kebijakan sentralisasi ini ingin berjalan efektif dan mencapai tujuan good governance tanpa mengorbankan kecepatan pelayanan,
Pemerintah Kota Palopo harus memastikan bahwa Surat Edaran tersebut tidak bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi, seperti Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pandangan ini menjadi penekanan kuat bagi Pemkot Palopo: konsolidasi internal dan ketaatan pada koridor hukum adalah harga mati untuk memastikan sentralisasi membawa Palopo menuju pemerintahan yang bersih, bukan sebaliknya. (***)










